MAKALAH SENI RUPA WAYANG KULIT SMP / MTs
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah
salah satu negara yang kaya akan kebudayaan. Kebudayaan yang timbul dan
berkembang dalam setiap suku memiliki keunikan dan kekhasan yang berbeda-beda
sehingga setiap daerah memiliki minimal satu kebudayaan yang dapat dibanggakan,
salah satunya adalah kebudayaan Jawa. Kebudayaan Jawa dalam hal ini Jawa Tengah
mempunyai ragam kebudayaan, salah satunya adalah wayang. Wayang merupakan salah
satu hasil kebudayaan dan warisan yang memiliki nilai tinggi. Seperti kita
ketahui bahwa wayang mempunyai arti harfiah bayangan yang dalam perkembangannya
pengertian dapat berarti pertunjukan panggung atau teater. Sebagai salah satu
bentuk dan hasil kebudayaan yang bernilai tinggi maka wayang banyak menyimpan
nilai-nilai seperti nilai religius, nilai ilmu pengetahuan atau filsafat dan
nilai seni. Bagi masyarakat Jawa pagelaran wayang yang hanya dipentaskan pada
hari-hari tertentu seperti hari perayaan keagamaan dan acara-acara slametan
(upacara yang ditandai dengan sajian bermacam-macam makanan yang
ditentukan menurut kebudayaan Jawa), dan untuk merayakan peristiwa penting,
misalnya kelahiran, sunatan, perkawinan itu, tidak hanya sebagai hiburan akan
tetapi pada perkembangannya, cerita-cerita atau lakon yang dipentaskan
disesuaikan dengan kondisi dan keadaan yang sedang dialami oleh masyarakat.
Di dalam wayang
juga terkandung simbol-simbol tertentu. Bahkan sering kali pementasan wayang
ini menyindir bahkan mengkritik para tokoh masyarakat, politikus, dan pemimpin
negara yang perilakunya dianggap ‘menyimpang' dari harapan masyarakatnya.
Para ahli dari
berbagai disiplin ilmu tiada rasa jera untuk senantiasa membicarakan wayang
dari masa ke masa, baik dalam kesempatan diskusi, seminar, kongres, terbitan
buku, majalah, koran dan sebagainya. Ini dilakukan karena pengetahuan wayang
yang demikian luas menarik untuk dibicarakan dan memberikan kontribusi terhadap
kehidupan masyarakat, baik di Indonesia maupun mancanegara. Nilai-nilai
kehidupan yang tergambar dalam wayang terbukti dapat dipergunakan sebagai
renungan dan referensi hidup berbangsa dan bernegara.
BAB II
ISI
A. Sejarah
Wayang, merupakan salah satu bentuk teater tradisional
yang paling tua.Pada masa pemerintahan Raja Balitung, telah ada petunjuk adanya
pertunjukan wayang, yaitu yang terdapat pada prasasti Balitung dengan tahun 907
Masehi, yang mewartakan bahwa pada saat itu telah dikenal adanya pertunjukan
wayang.
Wayang berasal dari kata wayangan yaitu sumber ilham
dalam menggambar wujud tokoh dan cerita sehingga bisa tergambar jelas dalam
batin si penggambar karena sumber aslinya telah hilang, di awalnya, wayang
adalah bagian dari kegiatan religi animisme menyembah ‘hyang’, itulah inti-nya
dilakukan antara lain di saat-saat panenan atau taneman dalam bentuk upacara
ruwatan, tingkeban, ataupun ‘merti desa’ agar panen berhasil atau pun agar desa
terhindar dari segala malapetaka. Pada tahun 898 – 910 M wayang sudah menjadi
wayang purwa namun tetap masih ditujukan untuk menyembah para sanghyang seperti
yang tertulis dalam prasasti balitung sigaligi mawayang buat hyang,
macarita bhima ya kumara (menggelar wayang untuk para hyang
menceritakan tentang bima sang kumara) di zaman Mataram Hindu ini, Ramayana
dari India berhasil dituliskan dalam Bahasa Jawa kuna (kawi) pada masa raja
darmawangsa, 996 – 1042 M.
Prasasti berupa lempengan tembaga dari Jawa Tengah; Royal
Tropical Institute, Amsterdam, contoh prasasti ini dapat dilihat dalam lampiran
buku Claire Holt Art in Indonesia: Continuities and Changes,1967
terjemahan Prof.Dr.Soedarsono(MSPI-2000-hal 431). Tertulis sebagai berikut:
Dikeluarkan atas nama Raja Belitung teks ini mengenai
desa Sangsang, yang ditandai sebagai sebuah tanah perdikan, yang pelaksanaannya
ditujukan kepada dewa dari serambi di Dalinan. Lagi setelah menghias diri
dengan cat serta bunga-bunga para peserta duduk di dalam tenda perayaan
menghadap Sang Hyang Kudur.“Untuk keselamatan bangunan suci serta rakyat”
pertunjukan (tontonan) disakilan. Sang Tangkil Hyang sang (mamidu), si Nalu
melagukan (macarita) Bhima Kumara, serta menari (mangigal) sebagai Kicaka; si
Jaluk melagukan Ramayana; si Mungmuk berakting (mamirus) serta melawak
(mebanol), si Galigi mempertunjukkan Wayang (mawayang) bagi para Dewa,
melagukan Bhimaya Kumara.
Pentingnya teks ini terletak pada indikasi yang jelas
bahwa pada awal abad ke-10, episode-episode dari Mahabharata dan Ramayana
dilagukan dalam peristiwa-peristiwa ritual. Bhimaya Kumara mungkin
sebuah cerita yang berhubungan dengan Bima boleh jadi telah dipertunjukan
sebagai sebuah teater bayangan (sekarang: wayang purwa). Dari mana asal-usul
wayang, sampai saat ini masih dipersoalkan, karena kurangnya bukti-bukti yang
mendukungnya.Ada yang meyakini bahwa wayang asli kebudayaan Jawa dengan
mengatakan karena istilah-istilah yang digunakan dalam pewayangan banyak
istilah bahasa Jawa.
Dr.G.A.J.Hazeu, dalam detertasinya Bijdrage tot de
Kennis van het Javaansche Tooneel (Th 1897 di Leiden, Negeri Belanda)
berkeyakinan bahwa pertunjukan wayang berasal dari kesenian asli Jawa. Hal ini
dapat dilihat dari istilah-istilah yang digunakan banyak menggunakan bahasa
Jawa misalnya, kelir, blencong, cempala, kepyak, wayang.
Pada susunan rumah tradisional di Jawa, kita biasanya akan menemukan
bagian-bagian ruangan: emper, pendhapa, omah mburi, gandhok
senthong dan ruangan untuk pertujukan ringgit (pringgitan),
dalam bahasa Jawa ringgit artinya wayang. Bagi orang Jawa dalam
membangun rumahpun menyediakan tempat untuk pergelaran wayang.Dalam
buku Over de Oorsprong van het Java-ansche Tooneel - Dr.W Rassers
mengatakan bahwa, pertunjukan wayang di Jawa bukanlah ciptaan asli orang Jawa.
Pertunjukan wayang diJawa, merupakan tiruan dari apa yang sudah ada di India.
Di India pun sudah ada pertunjukan bayang-bayang mirip dengan pertunjukan
wayang di Jawa.
Dr.N.J. Krom sama pendapatnya dengan Dr. W. Rassers, yang
mengatakan pertunjukan wayang di Jawa sama dengan apa yang ada di India Barat,
oleh karena itu ia menduga bahwa wayang merupakan ciptaan Hindu dan Jawa. Ada
pula peneliti dan penulis buku lainnya yang mengatakan bahwa wayang berasal
dari India, bahkan ada pula yang mengatakan dari Cina.Dalam bukuChineesche
Brauche und Spiele in Europa - Prof G. Schlegel menulis, bahwa dalam
kebudayaan Cina kuno terdapat pergelaran semacam wayang.
Pada pemerintahan Kaizar Wu Ti, sekitar tahun 140 sebelum
Masehi, ada pertunjukan bayang-bayang semacam wayang.Kemudian pertunjukan ini
menyebar ke India, baru kemudian dari India dibawa ke Indonesia. Untuk
memperkuat hal ini, dalam majalah Koloniale Studien, seorang penulis
mengemukakan adanya persamaan kata antara bahasa Cina Wa-yaah (Hokian), Wo-yong(Kanton), Woying (Mandarin),
artinya pertunjukan bayang-bayang, yang sama dengan wayang dalam bahasa Jawa.
SELENGKAPNYA FILE BERFORMAT MS. WORD SILAKAN KLIK DI SINI
Demikian yang bisa kami
share untuk anda, jika artikel ini bermanfaat silakan bagikan kepada
teman-teman anda di media sosial secara pribadi maupun grup. Semoga bermanfaat.
Jika link download rusak/tidak berfungsi,
silakan tulis komentar di Fanspage Facebook kami Untukmu
Pelajar
No comments:
Post a Comment