Tugas Kliping Dinasti Bani Abbasiyah SMP / MTs Kelas VIII
DINASTI
BANI ABBASIYAH
A. Sejarah
Berdirinya Bani Abbasiyah
Kekhalifahan bani Abbasiyah merupakan kelanjutan dari kekhalifahan bani
Umayyah, diman pendiri bani Abbasiyah adalah keturunan al-Abbas, paman nabi
Muhammad SAW yaitu Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali bin Abdullah ibn
al-Abbas. Dimana pola pemerintahan yang di terapkan berbeda-beda sesuai dengan
perubahan politik, sosial, dan budaya.
Ketika
dinasti Umayyah berkuasa bani Abbas telah melakukan usaha perebutan
kekuasaan.Bani Abbas telah mulai melakukan upaya perebutan kekuasaan sejak masa
khalifah Umar bin Abdul Aziz (717-720 M) berkuasa.Khalifah itu dikenal liberal
dan memberikan toleransi pada kegiatan keluarga Syi’ah. Gerakan itu didahului
oleh saudara-saudara dari Bani abbas, seperti Ali bin Abdullah bin Abbas,
Muhammad serta Ibrahim al-Imam, yang semuanya mengalami kegagalan, meskipun
belum melakukan gerakan yang bersifat politik. Sementara itu Ibrahim meninggal
dalam penjara karena tertangkap, setelah menjalani hukuman kurungan karena
melakukan gerakan makar.Barulah usaha perlawanan itu berhasil ditangan Abu
Abbas, setelah melakukan pembantaian terhadap seluruh bani Umayyah, termasuk
khalifah Marwan II yang sedang berkuasa.
Orang-orang Abbasiyah, sebut saja bani Abbas merasa lebih berhak dari
pada bani Umayyah atas kekhalifahan Islam, sebab mereka adalah keturunan bani
Hasyim yang secara nasab keturunan lebih dekat dengan Nabi. Menurut mereka,
orang-orang Umayyah secara paksa menguasai kekhalifahan melalui tragedi perang
siffin.Oleh karena itu, untuk mendirikan dinasti Abbasiyah mereka mengadakan
gerakan yang luar biasa dalam bentuk pemberontakan terhadap bani
Umayyah.Propaganda Abbasiyah dilaksanakan dengan strategi yang cukup matang
sebagai gerakan rahasia. Akan tetapi Imam Ibrahim pemimpin Abbasiyah yang
berkeinginan mendirikan kekuasaan Abbasiyah, gerakannya diketahui oleh khalifah
Umayyah terakhir yaitu Marwan bin Muhammad. Ibrahim tertangkap oleh pasukan
dinasti Umayyah dan dipenjarakan di Haran sebelum akhirnya di eksekusi.Ia
mewasiatkan kepada adiknya yaitu Abul Abbas untuk menggantikan kedudukannya
ketika tahu ia akan dibunuh dan memerintahkan untuk pindah ke Kufah dan
pemimpin propaganda dibebankan kepada Abu Salamah.[1][1]
Penguasa Umayyah di Kufah, Yazid bin Umar bin Hubairah ditaklukkan oleh
Abbasiyah dan diusir ke Wasit. Abu Salamah selanjutnya berkemah di Kufah yang
telah ditaklukkan. Abdullah bin Ali, salah seorang paman Abul abbas
diperintahkan untuk mengejar khalifah Umayyah terakhir, Marwan bin Muhammad
bersama pasukannya yang melarikan diri. Khalifah ini terus menerus melarikan
diri hingga ke Fustat di Mesir dan akhirnya terbunuh di Busir wilayah
Al-Fayyum, tahun 132 H/750 M di bawah pimpinan Salih bin Ali, dengan demikian
maka tumbanglah kekuasaan dinasti Umayyah dan berdirilah Dinasti Abbasiyah yang
dipimpin oleh khalifah pertamanya, yaitu Abul Abbas Ash-Shafah dengan pusat
kekuasaan awalnya di Kufah.
Abdullah bin Muhammad alias Abul Al-Abbas diumumkan sebagai khalifah
pertama Dinasti Abbasiyah tahun 750 M. Dalam khutbah pelantikan yang
disampaikan di Masjid Kufah, ia menyebut dirinya dengan Al-Saffah (penumpah
darah) yang akhirnya menjadi julukannya. Hal ini sebenarnya menjadi permulaan
yang kurang baik diawal berdirinya dinasti ini, dimana kekuatannya tergantung
kepada pembunuhan yang ia jadikan sebagai kebijaksanaan politiknya.
B. Masa
Kekuasaan Bani Abbasiyah.
Kekuasaan bani Abbasiyah berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun
132 H (750 M) sampai dengan 656 H (1258 M). Selama dinasti ini berkuasa, pola
pemerintahan yang di terapkan
berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial dan budaya. Para
Khalifah Bani Abbasiyah berjumlah 37 Khalifah.
1.
Sistem
politik.
Adapaun sistem politik yang di jalankan oleh daulah
Abbasiyah antara lain:
a.
Para
Khalifah tetap dari keturunan Arab murni, sementara para mentri, gubernur,
panglima, dan pegawailainya banyak di angkat dari golongan mawali turunan
persia.
b. Kota
Baghdad digunakan sebagai ibu kota negara, yang menjadi pusat kegiatan politik,
ekonomi sosial dan kebudayaan.
c.
Ilmu
pengetahuan dipandang sebagai suatu yang sangat penting dan mulia.
d. Kebebasan
berfikir sebagai HAM diakui sepenuhnya.
e.
Para
menteri turunan Persia diberi kekuasaan penuh untuk menjalankan tugasnya dalam
pemerintah
2.
Sistem
pemerintahan dan bentuk negara.
Berdasarkan perubahan pola
pemerintahan dan politik,para sejarawan membagi masa pemerintahan Bani
Abbasiyah menjadi lima periode,yaitu sebagai berikut:
a.
Periode
pertama (750–847 M)
Pada periode pertama pemerintahan
Bani Abbasiyah mencapai masa keemasannya.Secara politis, para Khalifah
betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama
sekaligus. Di sisi lain, kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi.
Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan
ilmu pengetahuan dalam Islam.Masa pemerintahan Abu al-Abbas, pendiri Dinasti
ini sangat singkatDia mengangkat sejumlah personal untuk menduduki jabatan di
lembaga eksekutif dan yudikatif.Di bidang pemerintahan dia menciptakan tradisi baru
dengan mengangkat wazir sebagai koordinator departemen.Jabatan wazir yang
menggabungkan sebagian fungsi perdana menteri dengan menteri dalam negeri itu
selama lebih dari 50 tahun berada di tangan keluarga terpandang berasal dari
Balkh, Persia (Iran). Wazir yang pertama adalah Khalid bin Barmak, kemudian
digantikan oleh anaknya, Yahya bin Khalid. Yang terakhir ini kemudian
mengangkat anaknya, Ja’far bin Yahya, menjadi wazir muda. Sedangkan anaknya
yang lain, Fadl bin Yahya, menjadi Gubernur Persia Barat dan kemudian Khurasan.
Pada masa tersebut persoalan-persoalan administrasi negara lebih banyak
ditangani keluarga Persia itu.
Masuknya keluaraga non Arab ini ke dalam pemerintahan merupakan unsur pembeda antara Daulah Abbasiyah dan Daulah Umayyah yang berorientasi ke Arab.Khalifah al-Mansur juga membentuk lembaga protokol negara, sekretaris negara, dan kepolisian negara di samping membenahi angkatan bersenjata.Dia menunjuk Muhammad ibn Abd al-Rahman sebagai hakim pada lembaga kehakiman negara.Jawatan pos yang sudah ada sejak masa Dinasti Bani Umayyah ditingkatkan peranannya dengan tambahan tugas. Kalau dulu hanya sekedar untuk mengantar surat, pada masa al-Mansur, jabatan pos ditugaskan untuk menghimpun seluruh informasi di daerah-daerah sehingga administrasi kenegaraan.
Khalifah al-Mansur juga berusaha menaklukan kembali daerah-daerah yang sebelumnya membebaskan diri dari pemerintahan pusat, dan memantapkan keamanan di daerah perbatasan.Di pihak lain, dia berdamai dengan kaisar Constantine V dan selama genjatan senjata 758-765 M, Bizantium membayar upeti tahunan.Pada masa al-Mansur pengertian Khalifah kembali berubah.
Popularitas Daulah Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman Khalifah Harun al- Rasyid (786-809 M) dan putranya al-Ma’mun (813-833 M).Kekayaan yang banyak dimanfaatkan Harun al-Rasyid untuk keperluan sosial, rumah sakit, lembaga pendidikan dokter dan farmasi didirikan.Tingkat kemakmuran paling tinggi terwujud pada zaman Khalifah ini.Kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman keemasannya.Pada masa inilah negara Islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat dan tak tertandingi.Dengan demikian telah terlihat bahwa pada masa Khalifah Harun al-Rasyid lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam dari pada perluasan wilayah yang memang sudah luas.Orientasi kepada pembangunan peradaban dan kebudayaan ini menjadi unsur pembanding lainnya antara Dinasti Abbasiyah dan Dinasti Umayyah.
Al-Makmun, pengganti al-Rasyid dikenal sebagai Khalifah yang sangat cinta kepada ilmu.Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing digalakkan.Ia juga mendirikan sekolah, salah satu karya besarnya yang terpenting adalah pembangunan Bait al-Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar. Pada masa al-Makmun inilah Baghdad mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
Al-Muktasim, Khalifah berikutnya (833-842 M) memberi peluang besar kepada orang-orang Turki untuk masuk dalam pemerintahan.Demikian ini di latar belakangi oleh adanya persaingan antara golongan Arab dan Persia pada masa al-Ma’mun dan sebelumnya.Keterlibatan mereka dimulai sebagai tentara pengawal.Tidak seperti pada masa Daulah Umayyah, Dinasti Abbasiyah mengadakan perubahan sistem ketentaraan.Praktek orang-orang Muslim mengikuti perang sudah terhenti.Tentara dibina secara khusus menjadi prajurit-prajurit profesional.Dengan demikian, kekuatan militer Dinasti Bani Abbasiyah menjadi sangat kuat.
Masuknya keluaraga non Arab ini ke dalam pemerintahan merupakan unsur pembeda antara Daulah Abbasiyah dan Daulah Umayyah yang berorientasi ke Arab.Khalifah al-Mansur juga membentuk lembaga protokol negara, sekretaris negara, dan kepolisian negara di samping membenahi angkatan bersenjata.Dia menunjuk Muhammad ibn Abd al-Rahman sebagai hakim pada lembaga kehakiman negara.Jawatan pos yang sudah ada sejak masa Dinasti Bani Umayyah ditingkatkan peranannya dengan tambahan tugas. Kalau dulu hanya sekedar untuk mengantar surat, pada masa al-Mansur, jabatan pos ditugaskan untuk menghimpun seluruh informasi di daerah-daerah sehingga administrasi kenegaraan.
Khalifah al-Mansur juga berusaha menaklukan kembali daerah-daerah yang sebelumnya membebaskan diri dari pemerintahan pusat, dan memantapkan keamanan di daerah perbatasan.Di pihak lain, dia berdamai dengan kaisar Constantine V dan selama genjatan senjata 758-765 M, Bizantium membayar upeti tahunan.Pada masa al-Mansur pengertian Khalifah kembali berubah.
Popularitas Daulah Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman Khalifah Harun al- Rasyid (786-809 M) dan putranya al-Ma’mun (813-833 M).Kekayaan yang banyak dimanfaatkan Harun al-Rasyid untuk keperluan sosial, rumah sakit, lembaga pendidikan dokter dan farmasi didirikan.Tingkat kemakmuran paling tinggi terwujud pada zaman Khalifah ini.Kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman keemasannya.Pada masa inilah negara Islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat dan tak tertandingi.Dengan demikian telah terlihat bahwa pada masa Khalifah Harun al-Rasyid lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam dari pada perluasan wilayah yang memang sudah luas.Orientasi kepada pembangunan peradaban dan kebudayaan ini menjadi unsur pembanding lainnya antara Dinasti Abbasiyah dan Dinasti Umayyah.
Al-Makmun, pengganti al-Rasyid dikenal sebagai Khalifah yang sangat cinta kepada ilmu.Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing digalakkan.Ia juga mendirikan sekolah, salah satu karya besarnya yang terpenting adalah pembangunan Bait al-Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar. Pada masa al-Makmun inilah Baghdad mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
Al-Muktasim, Khalifah berikutnya (833-842 M) memberi peluang besar kepada orang-orang Turki untuk masuk dalam pemerintahan.Demikian ini di latar belakangi oleh adanya persaingan antara golongan Arab dan Persia pada masa al-Ma’mun dan sebelumnya.Keterlibatan mereka dimulai sebagai tentara pengawal.Tidak seperti pada masa Daulah Umayyah, Dinasti Abbasiyah mengadakan perubahan sistem ketentaraan.Praktek orang-orang Muslim mengikuti perang sudah terhenti.Tentara dibina secara khusus menjadi prajurit-prajurit profesional.Dengan demikian, kekuatan militer Dinasti Bani Abbasiyah menjadi sangat kuat.
b. Periode
kedua (847-945 M)
Perkembangan peradaban dan kebudayaan serta kemajuan
besar yang dicapai Dinasti Abbasiyah pada periode pertama telah mendorong para
penguasa untuk hidup mewah, bahkan cenderung mencolok.Kehidupan mewah para
Khalifah ini ditiru oleh para hartawan dan anak-anak pejabat.Demikian ini
menyebabkan roda pemerintahan terganggu dan rakyat menjadi miskin.Kondisi ini
memberi peluang kepada tentara profesional asal Turki yang semula diangkat oleh
Khalifah al-Mu’tasim untuk mengambil alih kendali pemerintahan. Usaha mereka
berhasil, sehingga kekuasaan sesungguhnya berada di tangan mereka, sementara
kekuasaan Bani Abbas di dalam Khilafah Abbasiyah yang didirikannya mulai pudar,
dan ini merupakan awal dari keruntuhan Dinasti ini, meskipun setelah itu
usianya masih dapat bertahan lebih dari empat ratus tahun.
Khalifah Mutawakkil (847-861 M) yang merupakan awal dari periode ini adalah seorang Khalifah yang lemah.Pada masa pemerintahannya orang-orang Turki dapat merebut kekuasaan dengan cepat.Setelah Khalifah al-Mutawakkil wafat, merekalah yang memilih dan mengangkat Khalifah.Dengan demikian kekuasaan tidak lagi berada di tangan Bani Abbas, meskipun mereka tetap memegang jabatan Khalifah.Sebenarnya ada usaha untuk melepaskan diri dari para perwira Turki itu, tetapi selalu gagal.Dari dua belas Khalifah pada periode kedua ini, hanya empat orang yang wafat dengan wajar, selebihnya kalau bukan dibunuh, mereka diturunkan dari tahtanya dengan paksa.Wibawa Khalifah merosot tajam.Setelah tentara Turki lemah dengan sendirinya, di daerah-daerah muncul tokoh-tokoh kuat yang kemudian memerdekakan diri dari kekuasaan pusat, mendirikan Dinasti-Dinasti kecil.Inilah permulaan masa disintregasi dalam sejarah politik Islam.[2][3]
Khalifah Mutawakkil (847-861 M) yang merupakan awal dari periode ini adalah seorang Khalifah yang lemah.Pada masa pemerintahannya orang-orang Turki dapat merebut kekuasaan dengan cepat.Setelah Khalifah al-Mutawakkil wafat, merekalah yang memilih dan mengangkat Khalifah.Dengan demikian kekuasaan tidak lagi berada di tangan Bani Abbas, meskipun mereka tetap memegang jabatan Khalifah.Sebenarnya ada usaha untuk melepaskan diri dari para perwira Turki itu, tetapi selalu gagal.Dari dua belas Khalifah pada periode kedua ini, hanya empat orang yang wafat dengan wajar, selebihnya kalau bukan dibunuh, mereka diturunkan dari tahtanya dengan paksa.Wibawa Khalifah merosot tajam.Setelah tentara Turki lemah dengan sendirinya, di daerah-daerah muncul tokoh-tokoh kuat yang kemudian memerdekakan diri dari kekuasaan pusat, mendirikan Dinasti-Dinasti kecil.Inilah permulaan masa disintregasi dalam sejarah politik Islam.[2][3]
Adapun faktor-faktor penting yang menyebabkan
kemunduran Bani Abbas pada periode ini adalah sebagai berikut:
a) Luasnya
wilayah kekuasaan Daulah Abbasiyah yang harus dikendalikan, sementara
komunikasi lambat.
b) tingkat
saling percaya di kalangan para penguasa dan pelaksana pemerintahan sangat
rendah.
c) Dengan
profesionalisasi tentara, ketergantungan kepada mereka menjadi sangat tinggi.
d) Kesulitan
keuangan karena beban pembiayaan tentara sangat besar. Setelah Khalifah
merosot, Khalifah tidak sanggup memaksa pengiriman pajak ke Baghdad.
c.
Periode
ketiga (945 -1055 M)
Pada periode ini, Daulah Abbasiyah
berada di bawah kekuasaan Bani Buwaih.Keadaan Khalifah lebih buruk dari
sebelumnya, terutama karena Bani Buwaih adalah penganut aliran Syi’ah.Khalifah
tidak lebih sebagai pegawai yang diperintah dan diberi gaji. Bani Buwaih
membagi kekuasaannya kepada tiga bersaudara : Ali untuk wilayah bagian selatan
negeri Persia, Hasan untuk wilayah bagian utara, dan Ahmad untuk wilayah Al-
Ahwaz, Wasit dan Baghdad. Dengan demikian Baghdad pada periode ini tidak lagi
merupakan pusat pemerintahn Islam karena telah pindah ke Syiraz Buwaih yang
memiliki kekuasaan Bani Buwaih.
Di dalam bidang ilmu pengetahuan Daulah Abbasiyah terus mengalami kemajuan pada periode ini.Pada masa inilah muncul pemikir-pemikir besar seperti al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Biruni, Ibnu Maskawaih, dan kelompok studi Ikhwan as- Safa.Bidang ekonomi, pertanian, dan perdagangan juga mengalami kemajuan.Kemajuan ini juga diikuti dengan pembangunan masjid dan rumah sakit.Pada masa Bani Buwaih berkuasa di Baghdad, telah terjadi beberapa kali kerusuhan aliran antara Ahlussunnah dan Syi’ah, pemberontakan tentara dan sebagainya.
Di dalam bidang ilmu pengetahuan Daulah Abbasiyah terus mengalami kemajuan pada periode ini.Pada masa inilah muncul pemikir-pemikir besar seperti al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Biruni, Ibnu Maskawaih, dan kelompok studi Ikhwan as- Safa.Bidang ekonomi, pertanian, dan perdagangan juga mengalami kemajuan.Kemajuan ini juga diikuti dengan pembangunan masjid dan rumah sakit.Pada masa Bani Buwaih berkuasa di Baghdad, telah terjadi beberapa kali kerusuhan aliran antara Ahlussunnah dan Syi’ah, pemberontakan tentara dan sebagainya.
d. Periode
keempat (1055-1199 M).
Periode
ini ditandai dengan kekuasaan Bani Seljuk atas Daulah Abbasiyah.Kehadiran Bani
Seljuk ini adalah atas undangan Khalifah untuk melumpuhkan kekuatan Bani Buwaih
di Baghdad.Keadaan Khalifah memang membaik, paling tidak karena kewibawaannya
dalam bidang agama kembali setelah beberapa lama dikuasai oleh orang-orang
Syi’ah.Sebagaimana pada periode sebelumnya, ilmu pengetahuan juga berkembang
pada periode ini.
Nizam
al-Mulk, perdana menteri pada masa Alp Arselan dan Malikhsyah, mendirikan
Madrasah Nizamiyah (1067 M) dan madrasah Hanafiyah di Baghdad. Cabang-cabang
Madrasah Nizamiyah didirikan hampir di setiap kota di Irak dan Khurasan.
Madrasah ini menjadi model bagi perguruan tinggi dikemudian hari.Dari madrasah
ini telah lahir banyak cendekiawan dalam berbagai disiplin ilmu. Di antara para
cendekiawan Islam yang dilahirkan dan berkembang pada periode ini adalah
al-Zamakhsari, penulis dalam bidang Tafsir dan Ushul al-Din (teologi),
Al-Qusyairi dalam bidang tafsir, al-Ghazali dalam bidang ilmu kalam dan
tasawwuf, dan Umar Khayyam dalam bidang ilmu perbintangan. Dalam bidang
politik, pusat kekuasaan juga tidak terletak di kota Baghdad. Mereka membagi
wilayah kekuasaan menjadi beberapa propinsi dengan seorang Gubernur untuk
mengepalai masing-masing propinsi tersebut
e.
Periode
kelima (1199-1258 M)
Berakhirnya kekuasaan Dinasti
Seljuk atas Baghdad atau khilafah Abbasiyah merupakan awal di periode
kelima.Pada periode ini, khilafah Abbasiyah tidak lagi berada di bawah
kekuasaan Dinasti tertentu, walaupun banyak sekali Dinasti Islam berdiri.Ada di
antaranya yang cukup besar, namun yang terbanyak adalah Dinasti kecil.Para
Khalifah Abbasiyah sudah merdeka dan berkuasa kembali, tetapi hanya di Baghdad
dan sekitarnya.Wilayah kekuasaan Khalifah yang sempit ini menunjukkan kelemahan
politiknya.Pada masa inilah tentara Mongol dan Tartar menyerang Baghdad.Baghdad
dapat direbut dan dihancur luluhkan tanpa perlawanan yang berarti.Kehancuran
Baghdad akibat serangan tentara Mongol ini awal babak baru dalam sejarah Islam,
yang disebut masa pertengahan.Sebagaimana terlihat dalam periodisasi khilafah
Abbasiyah, masa kemunduran dimulai sejak periode kedua.Namun demikian,
faktor-faktor penyebab kemunduran ini tidak datang secara
tiba-tiba.Benih-benihnya sudah terlihat pada periode pertama, hanya karena
Khalifah pada periode ini sangat kuat, benih-benih itu tidak sempat berkembang.
Dalam sejarah kekuasaan Bani Abbas terlihat bahwa apabila Khalifah kuat, para
menteri cenderung berperan sebagai kepala pegawai sipil, tetapi jika Khalifah
lemah, mereka akan berkuasa mengatur roda pemerintahan. [3][4]
C.
Kemajuan Peradaban Bani Abbassiyyah
Peradaban dan kebudayaan islam
tumbuh dan berkembang bahkan mencapai kejayaan pada masa Abbassiyyah. Hal
tersebut dikarenakan Dinasti Abbassiyyah pada periode ini lebih menekankan
pembinaan peradaban dan kebudayaan islam dari pada perluasan wilayah. Puncak
kejayaan dinasti Abbassiyyah terjadi pada masa khalifah Harun Ar-Rasyid
(786-809M) dan anaknya Al Ma’mun (813-833M).Ketika Ar Rasyid memerintah, negara
dalam keadaan makmur, kekayaan melimpah, keamanan terjamin walaupun ada juga
pemberontakan dan luas wilayahnya mulai dari Afrika Utara hingga ke India. Pada
masanya, hidup pula para Filsuf, pujangga, ahli baca Al qur’an, dan para Ulama
di bidang Agama didirikan perpustakaan yang di beri nama Baitul Hikmah, di dalamnya orang dapat membaca, menulis dan
berdiskusi. .
Kota Bagdad sebagai pusat
intelektual terdapat beberapa pusat aktifitas pengembangan ilmu antara lain
Baitul Hikmah. Sebagai ibu kota Bagdad mencapai puncaknya pada masa Harun
Ar-Rasyid walaupun kota tersebut belum 50 tahun di bangun. Kemegahan dan
kemakmurn tercermin dalam istana khalifah yang luasnya sepertiga dari kota
Bagdad yang berbentuk bundar dengan di lengkapi beberapa bangunan sayap dan
ruang audiensi yang di penuhi berbagai perlengkapan yang terindah, dengan
demikian, dinasti Abbassiyyah dengan pusatnya di Bagdad sangat maju sebagai
pusat kota peradaban dan pusat ilmu pengetahuan.
Kontribusi ilmu terlihat pada upaya Harun Al-Rasyid dan putranya Al-Makmun ketika mendirikan sebuah akademi pertama dilengkapi pusat peneropong bintang, perpustakaan terbesar yang di beri nama Baitul Hikmah dan dilengkapi pula dengan lembaga untuk penerjemahan.
Kontribusi ilmu terlihat pada upaya Harun Al-Rasyid dan putranya Al-Makmun ketika mendirikan sebuah akademi pertama dilengkapi pusat peneropong bintang, perpustakaan terbesar yang di beri nama Baitul Hikmah dan dilengkapi pula dengan lembaga untuk penerjemahan.
a)
Lembaga
dan Kegiatan Ilmu Pengetahuan
Sebelum Dinasti Abbasiyah, pusat
kegiatan Dunia Islam selalu bermuara pada masjid. Masjid dijadikan centre of edication. Pada Dinasti Abbasiyah
inilah mulai adanya pengembangan keilmuan dan teknologi. Lembaga ini kita kenal
dua tingkatan yaitu :
1.
Maktab/Kuttab
dan masjid, yaitu lembaga pendidikan terendah, tempat anak-anak mengenal
dasar-dasar bacaan, menghitung dan menulis serta anak remaja belajar
dasar-dasar ilmu agama.
2.
Tingkat
pedalaman, para pelajar yang ingin memperdalam ilmunya, pergi keluar daerah
atau ke masjid-masjid bahkan ke rumah-rumah gurunya.
b)
Corak
Gerakan Keilmuan.
Gerakan keilmuan pada Dinasti
Abbasiyah lebih bersifat spesifik.Kajian keilmuan yang kemanfaatannya bersifat
keduniaan bertumpu pada ilmu kedokteran, disamping kajian yang bersifat pada
Al-Qur’an dan Al-Hadis; sedang astronomi, mantik dan sastra baru dikembangkan
dengan penerjemahan dari Yunani.
c)
Kemajuan
dalam Bidang Agama
Pada masa Dinasti Abbasiyah, ilmu
dan metode tafsir mulai berkembang terutama dua metode penafsiran,
yaitu tafsir bi al-ma’tsur dan tafsir bi al-ra’yi.Dalam bidang
hadis, pada zamannya hanya bersifat penyempurnaan, pembukuan dari catatan dan
hafalan para sahabat.Pada zaman ini juga mulai diklasifikasikan secara
sistematis dan kronologis.Pengklasifikasian itu secara ketat dikualifikasikan
sehingga kita kenal dengan klasifikasi hadis Shahih, Dhaif, dan Maudhu.
Bahkan dikemukakan pula
kritik sanad dan matan,sehinggaterlihat jarah dan takdil
rawi yang meriwayatkan hadis tersebut.
1.
Dalam
bidang fiqih, pada masa ini lahir fuqaha legendaris yang kita kenal, seperti
Imam Hanifah (700-767 M), Imam Malik (713-795 M), Imam Syafei (767-820 M) dan
Imam Ahmad Ibnu Hambal (780-855 M).
2.
Ilmu lughah tumbuh
berkembang dengan pesat pula karena bahasa Arab yang semakin dewasa memerlukan
suatu ilmu bahasa yang menyeluruh. Ilmu bahasa yang dimaksud adalah nahwu,
sharaf, ma’ani, bayan, badi, arudh dan insya. Sebagai kelanjutan dari masa
Amawiyah I di Damaskus.
d)
Kemajuan
Ilmu Pengetahuan, Sains dan Teknologi
Kemajuan ilmu teknologi (sains)
sesungguhnya telah direkayasa oleh ilmu Muslim.Kemajuan tersebut adalah sebsgai
berikut.
1. Astronomi,
ilmu ini melalui karya India Sindhind kemudian diterjemahkan oleh Muhammad Ibnu
Ibrahim Al-Farazi (777 M). Ia adalah astronom Muslim pertama yang membuat
astrolabe, yaitu alat untuk mengukur ketinggian bintang. Di samping itu, masih
ada ilmuwan-ilmuwan Islam lainnya, seperti Ali ibnu Isa Al-Asturlabi,
Al-Farghani, Al-Battani, Umar Al-Khayyam dan Al-Tusi.
2. Kedokteran,
pada masa ini dokter pertama yang terkenal adalah ibnu Rabban Al-Tabari. Pada
tahun 850 ia mengarang buku Firdaus Al-Hikmah. Tokoh lainnya adalah
Al-Razi, Al-Farabi, dan Ibnu Sina.
3. Ilmu
kimia. Bapak ilmu kimia Islam adalah Jabir ibnu Hayyan (721-815 M). Sebenarnya
banyak ahli kimia Islam ternama lainnya seperti Al-Razi, Al-Tuqrai yang hidup
pada abad ke-12 M.
4. Sejarah
dan geografi. Pada masa Abbasiyah sejarawan ternama abad ke-3 H adalah Ahmad
bin Al-Yakubi, Abu Jafar Muhammad bin Jafar bin Jarir Al-Tabari. Kemudian, ahli
ilmu bumi yang masyhur adalah ibnu Khurdazabah.
e)
Perkembangan
Politik dan Administrasi
Sejarah telah mengukir bahwa pada
masa Dinasti Abbasiyah, umat Islam benar-benar berada di puncak kejayaan dan
memimpin peradaban dunia saat itu. Masa pemerintahan ini merupakan golden
age dalam perjalanan sejarah peradaban Islam,kebijakan-kebijakan politik
yang dikembangkan antara lain:
1. Memindahkan
ibukota negara dari Damaskus ke Bagdad
2. Memusnahkan
keturunan Bani Umayyah
3. Merangkul
orang-orang Persia, dalam rangka politik memperkuat diri, Abbasiyah memberi
peluang dan kesempatan yang besar kepada kaum mawali.
4. Menumpas
pemberontakan-pemberontakan
5. Menghapus
politik kasta
f)
Bidang
Ekonomi
1. Perdagangan
dan industri
Segala usaha di tempuh untuk
memajukan perdagangan dengan memudahkan jalan-jalanya, seperti di bangun sumur
dan tempat peristirahatan di jalan-jalan yang dilewati oleh kafilah dagang,
dibangun armada-armada dagang, dan di bangun armada-armada untuk melindungi
pantai negara dari serangan bajak laut.Serta membetuk suatu badan khusus yang
bertugas mengawasi pasaran dagang, mengatur ukuran timbangan, menentukan harga
pasaran (mengatur politik dagang) agar tidak terjadi penyelewengan.
2. Pertanian
dan perkebunan
Kota-kota administratif seperti
Basrah, Khufah, Mosul, dan al-Wasit menjadi pusat usaha-usaha pengembangn
pertanian dan rawa-rawa di sekitar Kuffah di keringkan dan di kembangkan
menjadi kawasan pertanian yang subur.
Untuk menggarap daerah-daerah pertanian tersebut di datangkanlah buruh tani dalam
jumlah yang besar dari Afrika Timur guna menciptakan ekonomi pertanian dan
perkebunan yang intensif.
3. Pendapatan
Negara
Selain dari sektor perdagangan,
pertanian, dan perindustrian, sumber pendapatan negara juga berasal dari pajak.
Pada masa Harun al-Rasyid, pemasukan pada sektor ini mencapai 272 juta dirham dan 4,5 juta dinar. Sementara pada masa al-Mu’tashim, pajak yang berhasil
terkumpul meningkat sebesar 314.271.350 dirham
dan 5.102.00 dinar.Pendapatan juga
berasal dari jizyah, zakat, ‘asyur al
tijarah, dan kharaj.4.Sistem
Moneter
Sebagai alat tukar, para pelaku
ekonomi menggunakan mata uang dinar (pedanag barat) dan dirham (pedagang
timur).Penggunann dua mata uang ini memiliki dua konsekuensi.Pertama, mata uang dinar harus di
perkenalkan di wilayah-wilayah yang selama ini hanya mengenal mata unag dirham.Kedua, dengan mengeluarkan banyak mata
uang emas, mengurangi penyimpanan emas batangan
atau perhiasan sekaligus menjamin peredaran uang dengan kebutuhan pasar.
D.
Faktor-faktor yang Menyebabkan Kemunduran Bani Abbasiyyah
Setelah mengalami kemajuan,
dinasti Bani Abbasiyah mengalami kemunduran dan kehancuran yang disebabkan oleh
faktor internal dan eksternal.
Adapun faktor internal,
yaitu:
1. Persaingan
antar bangsa
Khalifah Abbasiyah didirikan oleh
bani Abbas yang bersekutu dengan orang-orang persia. Persekutuan di latar
belakangi oleh persamaan nasib kedua golongan pada masa bani Umayyah berkuasa
(sama-sama tertindas).Pada masa ini persaingan antara bangsa menjadi pemicu
untuk saling berkuasa.Kecendrungan masing-masing bangsa untuk mendominasi
kekuasaan sudah di rasakan sejak awal khalifah Abbasiyah sendiri.
2. Kemerosotan
ekonomi
Pada periode kemunduran,
pendapatan Negara menurun sementara pengeluaran meningkat lebih besar.Hal ini
disebabkan wilayah kekuasaannya semakin menyempit, banyak terjadi kerusuhan
yang mengganggu perekonomian rakyat, diperingankannya pajak, dan banyak dinasti
kecil yang memerdekakan diri tidak lagi membayar upeti.
3. Konflik
keagamaan
Kekecewaan orang Persia terhadap
cita-cita yang tak tercapai mendorong sebagian mereka mempropagandakan ajaran
Mazuisme, Zoroasterisme, dan Mazzdakisme.Antara orang beriman dan kaum zindik
terjadi konflik bersenjata seperti gerakan al-Afsyn dan Qaramitah.Adanya
konflik Syiah dan Ahlussunnah.Terjadi Mihnah pada masa al-Ma’mun
(813-833 M) yang menjadikan Mu’tazilah menjadi mazhab resmi
Negara.Al-Mutawakkil (847-861 M) menghapus Mu’tazilah digantikan dengan
golongan Salaf pengikut Hambali yang tidak toleran terhadap Mu’tazilah yang
rasional, menyempitkan horizon intelektual.Mu’tazilah bangkit kembali pada masa
Buwaihi dan Saljuk, Asy’ariah menyingkirkan Mu’tazilah yang didukung al-Ghazali
tidak menguntungkan bagi pengembangan kreativitas entelektual Islam.
Faktor eksternal kemunduran
dinasti Bani Abbasiyah, yaitu:
1. Perang
Salib
Perang antara umat Kristen dengan
umat Islam yang berlangsung dari tahun 1095-1291 M, telah menelan banyak korban
jiwa, ini menyebabkan khilafah Bani Abbasiyah menjadi lemah. Dalam kondisi
demikian , mereka bukan menjadi bersatu tetapi malah terpecah belah. Banyak
dinasti kecil yang memerdekakan diri
dari pemerintahan pusat Dinasti Abbasiyah di Baghdad.
2. Serangan
Hulagu Khan
Hulagu Khan, cucu Jengis Khan,
melakukan serangan-serangan menuju Baghdad dengan mengalahkan Khurasan di
Persia dan Hasysyasyin di Alamut terlebih dahulu. Pada tanggal 10 Februari 656
H/1258 M, ia dan pasukannya sampai ke tepi kota Baghdad. Perintah untuk menyerah
ditolak oleh khalifah al-Musta’shim (khalifah terakhir Bani Abbasiyyah),
sehingga Baghdad dikepung dan dihancurkan.[4][6]
E. Akhir Kekuasaan Bani Abbasiyyah
Akhir dari
kekuasaan Dinasti Abbasiyyah ialah ketika Baghdad dihancurkan oleh pasukan Mongol
yang dipimpin oleh Haluga Khan, 656H/1258M. Hulagu Khan adalah seorang saudara
Kubilay Khan yang berkuasa di Cina hingga ke Asia Tenggara, dan saudara Mongkhe
Khan yang menugaskanya untuk mengembalikan wilayah wilayah sebelah barat dari
Cina kepangkuanya. Disebutkan bahwa Hulagu Khan, panglima tentara
Mongol, sangat membenci Islam karena ia banyak dipengaruhi oleh orang-orang
Budha dan Kristen Nestorian. Baghdad dibumihanguskan dan diratakan dengan
tanah. Khalifah Bani Abbasiyyah yang terakhir dengan keluarganya, Al-Mu’tashim
Billah dibunuh, buku-buku yang terkumpul dibaitul Hikmah dibakar dan dibuang
disungai Tigris sehingga berubahlah warna air tersebut yang jernih bersih
menjadi hitam kelam karena lunturan tinta yang ada pada buku-buku itu.
KLIPING
SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM
DINASTI BANI
ABBASIYAH
DISUSUN OLEH :
1. RIYAN
JULIANTO
2. KURNIAWAN
3. AMRIZAL
REZA K.
KELAS VIII A
MTS MA’ARIF NU
01 KROYA
TAHUN
PELAJARAN 2016/2017
File word aslinya klik DINASTI BANI ABBASIYAHJangan lupa, klik follow untuk mendapatkan pemberitahuan contoh tugas-tugas sekolah terbaru.
No comments:
Post a Comment